Jumat, 22 Februari 2008

Tata Bahasa Pengambilan gambar THE GRAMMAR OF SHOOTING

SESSION 5

THE GRAMMAR OF SHOOTING

(“Tata Bahasa” Pengambilan gambar)

Ketika kita akan mulai sebuah project pengambilan gambar dokumentasi,

biasanya kita main asal tembak saja obyek yang berada dihadapan kita.

Itu boleh-boleh saja, jika hasil pengambilan gambar tersebut hanya akan anda pergunakan sendiri, tidak untuk dipertunjukkan kepada orang lain.

Tapi jika hasil pengambilan gambar tersebut akan kita perlihatkan juga kepada orang lain, maka akan lebih oke jika kita membuat setiap shot yang kita ambil, mempunyai “alur yang berlogika” dengan shot-shot berikutnya.

Dengan demikian kita memperlakukan setiap shot adalah seperti sebuah kata.

Sehingga serangkaian shot yang kita buat akan terlihat seperti sebuah kalimat.

Jadi jika rangkaian shot yang anda ambil itu benar secara logika, maka penonton akan mengerti maksud dari rangkaian gambar yang telah anda buat. Sebaliknya kalau anda cuma asal shot sana, shot sini sekena-kenanya saja, maka bisa terjadi penonton harus menebak-nebak apa maksud dari rangkaian pengambilan gambar anda.

Maka jelaslah bahwa sebaiknya, suatu rangkaian shot urutannya harus memenuhi logika,agar tidak membingungkan penonton.

CUTAWAY SHOT

CUTAWAY shot atau shot transisi adalah sebuah shot yang dibuat demi kepentingan menjembatani penyambungan gambar suatu proses atau kesinambungan gambar suatu adegan.

Cutaway shot ini dapat digunakan untuk memperpendek sebuah shot utama yang menggambarkan suatu proses yang panjang.

Contohnya. Kita mengambil gambar sebuah mobil yang berjalan di jalan tol yang sangat panjang, kemudian mobil itu akan sampai di sebuah pintu tol, di mana pengemudinya akan membayar biaya tol dan kemudian melanjutkan perjalanan memasuki sebuah kota.

Jika kita harus mengambil seluruh shot ketika mobil itu memasuki jalan tol sampai ke gerbang pembayaran tol, maka shot itu akan makan waktu terlalu panjang. Oleh karena itulah kita membuat cutaway shot, misalnya a)si pengemudi dalam close up dari depan mobil, b) si pengemudi sedang menurunkan gigi persneling dalam medium close up, c) si pengemudi dalam medium close up dari samping mobil, d) si pengemudi sudah mendekati pintu gerbang tol dari sudut pandang si pengemudi, e) juga full shot : dari tempat penjaga gerbang tol : Penjaga gerbang tol melihat si pengemudi sudah mendekati tempatnya menerima pembayaran tol. Jika kita tidak membuat cutaway shot, ketika kita hendak memendekkan gambar dari shot di jalan tol ke shot dipintu gerbang, akan terasa sebagai “meloncat” (jumping). Oleh karena itu di antara dua shot tersebut kita selipkan dulu sebuah shot transisi, yaitu cutaway shot, agar adegannya tidak seperti meloncat. Jadi setelah mengambil adegan berkendara di jalan tol selama beberapa saat, selipkan dulu gambar pengemudi dalam close up, kemudian disambung lagi dengan adegan berkendara di jalan tol selama beberapa saat lagi, lalu disambung dengan cutaway shot di mana si pengemudi mengganti gigi persneling, kemudian disambung dengan shot si pengemudi sudah mendekati gerbang tol , kemudian disambung dengan shot di mana penjaga tol melihat mobil tadi mendekati gerbang tol . Selanjutnya diambil shot dari dalam mobil, ketika si pengemudi membayar ongkos tol, dan kemudian dilanjutkan dengan shot adegan dari belakang mobil, ketika mobil sudah mulai meninggalkan gerbang tol

Dengan demikian kita bisa meringkas adegan tersebut namun tidak menimbulkan logika meloncat-loncat, melainkan meringkas dengan halus dan logis.

Jadi intinya anda perlu mencoba memperlihatkan shot singkat dari tiap fase.

Logika yang mewakili apa yang hendak disampaikan pada pemirsa sangat penting. Jadi buatlah selalu pengambilan gambar dalam close up di antara pengambilan gambar-gambar long shot. Kita dapat mengambil adegan long shot

dan kemudian potong dengan adegan longshot yang menunjukkan tempat dan saat yang berbeda untuk adegan selanjutnya.

Tidak ada komentar: