Jumat, 22 Februari 2008

THE WORLD OF DOCUMENTARIES

SESSION : 6

THE WORLD OF DOCUMENTARIES

Sepertinya dia antara jenis project pembuatan film, pembuatan film documenter dianggap paling mudah. Tinggal bawa kamera, lalu pergi ke lokasi.

Memang begitu sih kelihatannya. Pembuatan film documenter juga tidak memerlukan artis-artis pemeran.

Tapi jika kita berharap hasil dokumentasi kita harus bagus,menarik dan tidak membosankan, permasalahannya jadi lebih rumit. Kita perlu membuat persiapan.

Mungkin kita memerlukan seseorang dengan penugasan sebagai pembawa acara (host / presenter).Mungkin kita memerlukan sebuah daftar shot yang harus diambil. Mungkin kita harus mempelajari dulu segala sesuatu tentang obyek yang akan diambil. Tapi yang jelas kita harus mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Setidaknya fikirkanlah hal-hal berikut :

a) Apakah kita akan shooting di dalam atau di luar ruangan atau di kedua tempat itu?

b) Apakah terdapat cahaya yang cukup di dalam ruang?

c) Apakah terdapat sumber listrik di sana?

Hal di atas akan menentukan apakah kita perlu membawa lampu penerang atau tidak perlu. Juga kita tahu bisa men-charge batere kamera di sana atau tidak (kalau tidak ada listrik, bersiaplah dengan beberapa batere kamera cadangan dan accu light)

d) Apakah medannya memerlukan peralatan khusus untuk mencapainya?

Mungkin saja anda harus ikut rafting di sebuah sungai berarus deras, sehingga anda memerlukan jaket pelampung dan pelindung kamera dari cipratan air

e) Surat ijin. Apakah perlu surat ijin khusus untuk dapat melakukan shooting di sana ?

Mungkin anda perlu melengkapi diri dengan surat dari instansi yang berwenang, atau cukup minta ijin on location. untuk dapat memasuki lokasi yang akan anda dokumentasikan

f) Pastikan juga bawa uang secukupnya, siapa tahu perlu beli makanan atau minuman,atau beli karcis masuk,bayar tol,parkir dll.

Jika semua persiapan sudah kita periksa dan lengkapi, maka tinggal memikirkan supaya pengambilan gambar dapat menghasilkan film documenter yang baik. Untuk itu ada tiga tips yang bisa saya berikan, biar keren, kita sebut saja DICTUM.

TIGA DICTUM DOKUMENTER :

l “Karya film documenter bisa menarik dan juga bisa tidak menarik. Tergantung pada obyek yang didokumentasikan. Semakin langka dan semakin sulit obyek tersebut ditemukan dalam peristiwa sehari-hari, daya tariknya akan semakin besar…”

(Gunanto Bimo)

II

“Kunci selanjutnya agar film documenter menjadi tontonan yang menarik dan tidak membosankan adalah : bagaimana membuat sebuah ilmu pengetahuan menjadi hiburan”

(Gunanto Bimo)

III

“Namun intisari keberhasilan sebuah film documenter sebetulnya terletak pada kepekaan rasa para pembuat dokumentasi itu sendiri, terutama Director (sutradara), Cameraman, Penulis naskah dan Editor. Di luar itu adalah factor X dan keberuntungan.”

(Gunanto Bimo)

Tips kecil berikutnya:

a)Usahakanlah mengambil gambar sebuah obyek dari sudut pengambilan yang paling baik. Jangan mengambil dari posisi yang terlalu biasa, karena anda malas menuju posisi yang terbaik.

b)Jika obyek tersebut berupa sebuah obyek yang jarang atau bahkan belum pernah disaksikan oleh orang pada umumnya, berilah obyek pembanding ukuran di dekatnya, agar pemirsa nanti dapat mengetahui perkiraan ukuran obyek tersebut ( Jika obyek berupa dinding yang sangat tinggi dan terjal, ambilah gambar dinding itu dengan seorang manusia di depannya. Jika obyek berupa sebuah artefak atau benda kecil, bandingkanlah dengan sebuah uang logam atau sebatang rokok yang ukurannya sudah umum diketahui )

Berbeda dengan film fiction yang ceritanya berasal dari daya imajinasi pengarang / penulisnya, maka film documenter adalah film yang berasal dari kenyataan.

Thema film documenter sangat luas, bisa berasal dari kehidupan manusia sehari-hari , Perjalanan wisata, Pendakian gunung, Arung Jeram, Kehidupan satwa , flora-fauna , Proses pembuatan barang , Demonstrasi , Peperangan , bahkan juga bisa mengenai dokumentasi perkembangan perfilman.

Film documenter asli tidak diperankan oleh pemeran pengganti atau actor.

Film seperti GANDHI (tentang Mahatma Gandhi) sebagian adalah film documenter, sedangkan sebagian besarnya adalah diperankan kembali, jadi film itu bukan film documenter.

Demikian juga film-film perang seperti Tora-Tora-Tora & Pearl Harbour ,adalah film cerita peperangan yang berdasarkan sejarah, namun bukan termasuk dalam kategori film documenter, karena para pelakunya adalah para actor, bukan pelaku yang sesungguhnya.

Film tentang pendaratan Apollo 11 ada yang asli film dokumenter yang dibuat sendiri oleh awak (astronaut) pesawat Apollo 11, ada juga yang bukan documenter melainkan dibuat ulang dengan actor Tom Hanks sebagai astronaut nya

Dalam pembuatan Film documenter, ada thema yang bisa direncanakan pembuatan naskahnya, namun ada juga film documenter yang dihasilkan melalui proses liputan langsung suatu peristiwa yang tiba-tiba terjadi.

Dalam pembuatan film documenter dengan thema suatu peristiwa yang akan terjadi ( contoh balapan kuda, balapan mobil / motor ) , hasil akhirnya baru merupakan perkiraan, belum pasti. Naskahnya tidak bisa disediakan seb elum pengambilan gambar, kecuali rancangan alur nya saja

Oleh karena itu terdapat sebuah factor yang disebut sebagai factor X dalam pembuatan film documenter, yaitu sebuah factor tak sengaja yang diperoleh pada saat pengambilan gambar dilakukan. Factor X ini dapat menambah baik maupun menjadikan buruk sebuah film documenter.

Misalnya pada saat pengambilan film documenter dengan thema festival layang-layang, tiba-tiba turun hujan dreras. Maka jelas bahwa pengambilan gambar terganggu, hasilnya menjadi kurang bagus.

Sebaliknya ,ketika membuat film documenter tentang hutan, muncul harimau besar yang sangat menakutkan, atau bertemu dengan sebuah lembah berpelangi dan bertaburan kupu-kupu warna-warni, maka film documenter itu akan menjadi lebih dahsyat.

Tata Bahasa Pengambilan gambar THE GRAMMAR OF SHOOTING

SESSION 5

THE GRAMMAR OF SHOOTING

(“Tata Bahasa” Pengambilan gambar)

Ketika kita akan mulai sebuah project pengambilan gambar dokumentasi,

biasanya kita main asal tembak saja obyek yang berada dihadapan kita.

Itu boleh-boleh saja, jika hasil pengambilan gambar tersebut hanya akan anda pergunakan sendiri, tidak untuk dipertunjukkan kepada orang lain.

Tapi jika hasil pengambilan gambar tersebut akan kita perlihatkan juga kepada orang lain, maka akan lebih oke jika kita membuat setiap shot yang kita ambil, mempunyai “alur yang berlogika” dengan shot-shot berikutnya.

Dengan demikian kita memperlakukan setiap shot adalah seperti sebuah kata.

Sehingga serangkaian shot yang kita buat akan terlihat seperti sebuah kalimat.

Jadi jika rangkaian shot yang anda ambil itu benar secara logika, maka penonton akan mengerti maksud dari rangkaian gambar yang telah anda buat. Sebaliknya kalau anda cuma asal shot sana, shot sini sekena-kenanya saja, maka bisa terjadi penonton harus menebak-nebak apa maksud dari rangkaian pengambilan gambar anda.

Maka jelaslah bahwa sebaiknya, suatu rangkaian shot urutannya harus memenuhi logika,agar tidak membingungkan penonton.

CUTAWAY SHOT

CUTAWAY shot atau shot transisi adalah sebuah shot yang dibuat demi kepentingan menjembatani penyambungan gambar suatu proses atau kesinambungan gambar suatu adegan.

Cutaway shot ini dapat digunakan untuk memperpendek sebuah shot utama yang menggambarkan suatu proses yang panjang.

Contohnya. Kita mengambil gambar sebuah mobil yang berjalan di jalan tol yang sangat panjang, kemudian mobil itu akan sampai di sebuah pintu tol, di mana pengemudinya akan membayar biaya tol dan kemudian melanjutkan perjalanan memasuki sebuah kota.

Jika kita harus mengambil seluruh shot ketika mobil itu memasuki jalan tol sampai ke gerbang pembayaran tol, maka shot itu akan makan waktu terlalu panjang. Oleh karena itulah kita membuat cutaway shot, misalnya a)si pengemudi dalam close up dari depan mobil, b) si pengemudi sedang menurunkan gigi persneling dalam medium close up, c) si pengemudi dalam medium close up dari samping mobil, d) si pengemudi sudah mendekati pintu gerbang tol dari sudut pandang si pengemudi, e) juga full shot : dari tempat penjaga gerbang tol : Penjaga gerbang tol melihat si pengemudi sudah mendekati tempatnya menerima pembayaran tol. Jika kita tidak membuat cutaway shot, ketika kita hendak memendekkan gambar dari shot di jalan tol ke shot dipintu gerbang, akan terasa sebagai “meloncat” (jumping). Oleh karena itu di antara dua shot tersebut kita selipkan dulu sebuah shot transisi, yaitu cutaway shot, agar adegannya tidak seperti meloncat. Jadi setelah mengambil adegan berkendara di jalan tol selama beberapa saat, selipkan dulu gambar pengemudi dalam close up, kemudian disambung lagi dengan adegan berkendara di jalan tol selama beberapa saat lagi, lalu disambung dengan cutaway shot di mana si pengemudi mengganti gigi persneling, kemudian disambung dengan shot si pengemudi sudah mendekati gerbang tol , kemudian disambung dengan shot di mana penjaga tol melihat mobil tadi mendekati gerbang tol . Selanjutnya diambil shot dari dalam mobil, ketika si pengemudi membayar ongkos tol, dan kemudian dilanjutkan dengan shot adegan dari belakang mobil, ketika mobil sudah mulai meninggalkan gerbang tol

Dengan demikian kita bisa meringkas adegan tersebut namun tidak menimbulkan logika meloncat-loncat, melainkan meringkas dengan halus dan logis.

Jadi intinya anda perlu mencoba memperlihatkan shot singkat dari tiap fase.

Logika yang mewakili apa yang hendak disampaikan pada pemirsa sangat penting. Jadi buatlah selalu pengambilan gambar dalam close up di antara pengambilan gambar-gambar long shot. Kita dapat mengambil adegan long shot

dan kemudian potong dengan adegan longshot yang menunjukkan tempat dan saat yang berbeda untuk adegan selanjutnya.

INTERVIEW dalam REPORTASE

SESSION 4

INTERVIEW dalam REPORTASE

Teknik Wawancara :

Adalah tatacara melakukan wawancara yang baik dan benar dan dapat diharapkan menghasilkan suatu hasil wawancara yang maksimal

Agar dapat dicapai hasil wawancara yang maksimal, lakukanlah persiapan dan kiat-kiat seperti di bawah ini:

1.Kumpulkanlah data selengkap mungkin tentang tokoh dan yang akan

diwawancarai. Pelajarilah baik-baik permasalahan yang melibatkan tokoh

tersebut dalam kapasitasnya

2.Buatlah susunan dan seleksi daftar pertanyaan yang akan diajukan.

Ajukanlah pertanyaan yang menarik pada awal wawancara, sehingga

narasumber akan dengan senang hati menjawab.

Kemudian masuklah mengajukan pertanyaan yang mengupas intisari

permasalahan

3.Gunakan bahasa yang baik dan benar dalam wawancara maupun

menjawab wawancara. Jagalah agar tetap memelihara sopan-santun

dalam melakukan wawancara, jangan terbawa emosi. Sebab

bagaimanapun, anda bukan hakim yang sedang mengadili nara sumber

4. Simak baik-baik jawaban narasumber, karena kemungkinan ada jawaban

dari narasumber yang bisa dijadikan pertanyaan selanjutnya untuk

memperjelas masalah

5. Usahakan agar narasumber santai dengan melakukan pendekatan awal

Sebelum wawancara resmi dilakukan,sambil memberikan gambaran

singkat tujuan dari wawancara. Hal ini akan banyak membantu

kelancaran ketika wawancara sesungguhnya dilakukan.

6. Simpan pertanyaan kejutan yang merupakan andalan anda, jika memang

tujuan wawancara memang memerlukan jawaban yang spontan

7. Jika narasumber menjawab terlalu bertele-tele, ajukanlah pertanyaan lain

untuk memotong jawabannya yang bertele-tele

8. Sebaliknya jika nara sumber menjawab dengan kata-kata yang sangat

pendek dan tidak memuaskan, kejarlah dengan menanyakan apa

maksudnya dari jawaban yang pendek itu.

9. Masih banyak lagi terknik-teknik wawancara yang bisa digali, namun

cobalah sendiri kembangkan teknik anda

B) Melakukan Pelaporan dari lapangan (Reporter ON CAMERA)

Tiap kali seorang reporter mencoba melaporkan kepada pemirsa TV di rumah

peristiwa yang sedang diliputnya.

(kameramen merekam reporter yang melaporkan berita dari lapangan)


Teknik Reportase:

Adalah tata cara melakukan reportase yang baik dan benar dan dapat diharapkan menghasilkan suatu hasil reportase yang maksimal

Agar dapat dicapai hasil reportase yang maksimal, lakukanlah persiapan dan kiat-kiat seperti di bawah ini:

  1. Mulailah dengan menyebutkan peristiwa dan tempat kejadian di mana anda meliput berita. Jika laporan ini tentang suatu peristiwa yang sangat ekskluisif, di mana hanya stasiun TV anda sendiri yang meliput, maka sebutkanlah nama anda dan stasiun TV yang mengutus anda melakukan reportase, karena kemungkinan setelah itu, reportase anda juga akan disiarkan oleh stasiun TV lain yang tak sempat meliput

  1. Lanjutkanlah dengan memberikan ringkasan informasi-informasi terkini dan perkembangan berita yang anda ketahui dan berhasil kumpulkan

  1. Ambilah back ground yang mampu menggambarkan situasi peristiwa yang anda laporkan , sehingga kehadiran anda di lokasi peristiwa benar-benar meyakinkan pemirsa.


  1. Laporkan fakta yang terdapat di lapangan, dan bukan opini anda

sebagai reporter

  1. Berikan kalimat penutup di akhir reportase, dalam hal ini anda bisa

menyebutkan dengan kameramen siapa anda meliput di sana

Shooting praktek pengambilan gambar

SESSION : 3

SHOOTING

(PRAKTEK PENGAMBILAN GAMBAR)

By: Ex-kul TV Production

Setelah mengenal format media rekam-tayang dan mengetahui jenis shot,angle, framing , composing dan camera movement, bolehlah kita sekarang pergi kelapangan ! Dalam bahasa kerennya :Shooting !

MENGENALI MEDAN : OUT DOOR / INDOOR

Melakukan shooting berarti mewakili orang lain untuk memilihkan adegan-adegan apa yang akan disaksikan. Dengan kata lain kita “mewakili” mata orang lain. Hal ini juga berarti mewakili selera pemirsa. Oleh karena itu pengambilan gambar yang baik adalah pengambilan gambar yang dapat memuaskan pemirsa.

Sebagai contoh :alangkah kecewanya pemirsa jika melihat hasil liputan anda tentang tertangkapnya seorang pembunuh, jika yang dapat mereka saksikan hanya gambar punggung pembunuh di antara kerumunan orang-orang yang menangkapnya, karena anda mengambil gambar dari belakang si pembunuh, mengikuti orang-orang yang menggiringnya dari belakang.

Atau sebaliknya : anda mengambil si pembunuh dari bagian depannya, namun menghadap matahari (back light), sehingga sipembunuh cuma terlihat sebagai bayangan hitam yang berjalan kearah anda.

Oleh karena itu pengambilan gambar atau shooting harus dilakukan dengan “persiapan” pengetahuan tentang medan.

Pengambilan gambar dapat secara mudah dikenali sebagai INDOOR (dalam sebuah ruangan,studio, maupun auditorium yang luas) dan OUTDOOR ( di alam bebas,lapangan maupun di jalanan. Secara teknis perbedaan lapangan tersebut menyebabkan adanya perbedaan perlakuan di sana-sini.

Umumnya pada pengambilan gambar INDOOR, para kameramen biasanya selalu menggunakan tripod. Sebaliknya pengambilan gambar di lapangan seperti NEWS jarang menggunakan tripod, melainkan hand held alias dipanggul saja dibahu. Bahkan dengan handycam cukum digenggam saja. Namun untuk pengambilan gambar pada pembuatan film, penggunaan tripod justru sangat wajib. Bahkan crane, jimmy jib, dolly tripod sangat diperlukan.

Pada pengambilan gambar INDOOR penggunaan lighting atau pencahayaan sangat diperlukan, karena pada umumnya cahaya dari lampu ruangan kurang memadai. Sebaliknya pada pengambilan gambar untuk liputan NEWS di lapangan, kameramen jarang memerlukan lampu tambahan, kecuali pada situasi malam atau dalam tempat gelap. Sedangkan pada pembuatan film, penggunaan lampu sangat diperlukan, baik untuk membuat effect maupun untuk menghasilkan gambar yang baik.

PERGERAKAN KAMERA : HARUS BERALASAN.

Dalam sebuah tugas pengambilan gambar yang paling sederhana, hanya ada seorang saja yang bekerja, yaitu kameramen. Dia memutuskan hal-hal apa saja yang perlu diambil gambarnya dengan kamera, sesuai dengan tema liputannya. Namun dalam dunia pertelevisian, khususnya di bagian NEWS (pemberitaan), setidak-tidaknya harus ada dua orang professional yang pergi ke lapangan untuk meliput berita, yaitu seorang reporter dan seorang kameramen.

Reporter bertugas mengumpulkan berita dan data-data yang diperlukan, sedangkan kameramen bertugas mengambil gambar-gambar yang sesuai dengan kebutuhan liputan. Kemudian reporter dan kameramen bekerjasama melakukan wawancara pada tokoh-tokoh yang menjadi pusat berita, atau nara sumber yang dianggap penting untuk kelengkapan sebuah berita.

Reporter mempunyai hak untuk meminta kameramen mengambil gambar-gambar khusus dari obyek tertentu, sampai kepada detail shot dan angle yang dikehendaki.

Pada saat kameramen mengambil gambar pada sebuah liputan peristiwa, pada saat itulah dia harus terus menyesuaikan pergerakan kamera dengan situasi.

Dalam hal ini, pergerakan kamera yang tidak beralasan justru akan membuat hasil pengambilan gambar jadi buruk dan kehilangan makna

Pada bab sebelumya telah dijelaskan jenis-jenis pergerakan kamera, namun kegunaannya ataupun kapan harus menggunakan gerakan-gerakan tersebut, belum tuntas kita bahas.

Dibawah ini beberapa Tips pergerakan kamera dalam pengambilan gambar :

a)Jangan menggerakkan secara PAN kamera pada suatu adegan atau benda yang statis, hanya dengan tujuan untuk memperlihatkan sebuah titik yang menarik kepada titik yang lain. PAN hanya digunakan pada orang yang bergerak atau obyek bergerak.

Mengapa demikian ? Sebab jika kamera digerakkan secara PAN maka akan menarik perhatian dan mengacaukan pikiran dari pemirsa pada pokok materi.

Gerakan PAN seperti itu tidak mempunyai motif, jadi malah membuyarkan perhatian pada obyek . Lagi pula secara natural,dalam kenyataan mata manusia tidak melakukan gerakan PAN ketika melihat obyek yang diam.

Gerakan PAN digunakan untuk memperlihatkan suatu panorama yang luas seperti pegunungan dan lembah .Karena keterbatasan frame kamera, maka dalam satu pengambilan hanya dapat dihasilkan sepotong dari panorama yang sempit saja. Oleh karena itu dilakukan gerakan pengambilan gambar PAN agar seluruh panorama terlihat

Gerakan PAN yang sangat lambat pada sebuah lansekap (pemandangan luas) bisa ditolerir,karena mata juga bisa melakukannya tanpa membuat obyek jadi tak jelas(blur).

Jadi jika mengambil gambar obyek diam pada sebuah ruangan atau di sebuah panggung, jangan menggunakan gerakan PAN, kecuali ingin mengambil back drop atau spanduk-spanduk / caption-caption yang berisikan tulisan bersambungan

Apalagi fast pan, atau gerakan pan secara cepat, sangat kurang baik, karena akan mengakibatkan efek coretan

Seperti juga untuk semua jenis gerakan kamera, ketika memulai menmgambil sebuah shot, janganlah tiba-tiba melakukan gerakan PAN atau TRACK, CRAB, dan zoom. Setelah kamera dalam posisi record, biarkan selama beberapa detik ( 4 sampai 5 detik) sebelum melakukan gerakan. Demikian juga ketika ingin menghentikan record, tunggulah beberapa detik setelah berhenti bergerak. Waktu still beberapa detik ini berguna dalam editing , sehingga pemirsa mempunyai kesempatan untuk ‘mengerti’ sejenak apa yang akan disaksikan, sebelum kamera bergerak.

b)Jangan melakukan gerakan PAN ke kanan lalu PAN ke kiri berulang-ulang pada sebuah obyek. Cukup sekali saja gerakan PAN ke suatu arah dilakukan.

Contohnya : ketika anda mengambil gambar serombongan orang bergerak menuju pintu ke luar di sebelah kiri, maka kamera anda mengikutinya dengan melakukan gerakan PAN ke kiri.Tetapi setelah kamera anda sampai ke muka pintu, kemudian anda langsung melakukan gerakan PAN ke kanan, ke arah sisa rombongan yang berada di bagian belakang, lalu ketika sudah sampai pada rombongan yang paling belakang, kamera anda gerakkan lagi PAN ke kiri. Hal ini hanya membuat pemirsa merasa anda kebingungan dalam memilih. Hasilnya seperti orang mengecat tembok: dikuas ke kanan, lalu kekiri, lalu ke kanan lagi.

Sangat tidak enak dinikmati.

Begitu juga untuk gerakan TILT UP dan TILT DOWN. Hindari melakukan pergerakan kamera TILT UP lalu TILT DOWN berulang-ulang. Membuat pemirsa pusing dan bosan.

Anda boleh saja merekam secara seperti di atas untuk keperluan kelengkapan pendokumentasian, namun nantinya dalam hasil ahir, harus diedit, dipotong, dipisahkan, agar gerak PAN kanan PAN kiri yang berulang-ulang tidak tersajikan dalam hasil akhir.

c)Jangan melakukan track back (gerakan kamera bersama tripod mundur kebelakang) kecuali dengan obyek manusia yang bergerak menuju kamera.

Pada intinya, ini merupakan perluasan dari aturan nomor a) di atas, yaitu jangan membuat pergerakan kamera tanpa alas an yang jelas bagi pemirsa.

Gerakan track back pada orang yang bergerak menuju arah kamera adalah untuk tetap menjaga jarak . Juga ketika mengambil sekelompok orang yang bergerak , gerakan track back mempunyai alasan,yaitu menjaga agar tidak ada anggota dari kelompok yang hilang dari frame..

Juga ketika sedang mengambil gambar seseorang yang duduk dengan shot medium close up ,tiba-tiba orang tersebut bangkit berdiri, maka kamera bisa melakukan gerakan track back, agar orang tersebut masih tetap masuk dalam frame camera.

Contoh lain adalah ketika kita mengambil gambar awal seorang guru yang sedang duduk di depan kelas memberi penjelasan pada murid-murid. Pada shot awal kita mungkin menggunakan medium shot, tapi ketika kemudian guru tersebut berdiri dan menulis di papan tulis di belakangnya, kamera sudah selayaknya track back, agar tetap dapat “mewadahi” guru yang telah berdiri tersebut. Pada gerakan track back ini, jangan terjadi terlalu awal atau terlambat, namun harus pas dengan gerakan si obyek. Hal ini juga yang kita lakukan dengan mata kita,yaitu selalu mengikuti dan menyesuaikan bidang penglihatan agar obyek tetap terus terlihat dengan baik.

d)Bedakanlah ukuran-ukuran shot (size) jika mengambil suatu obyek bergerak berulang-ulang. Minimal dua ukuran shot yang berbeda.

Contohnya : jika anda mengambil gambar peristiwa demonstrasi di sebuah tempat misalnya, ambilah gambar adegan-adegan di sana dengan beberapa type ukuran shot. Misalnya anda mengambil sekelompok demonstran yang sedang mengelilingi seorang demonstran yang sedang berorasi dengan full shot(FS), maka usahakan pada shot berikutnya anda mengambil sang orator itu sendiri dalam close up (CU) atau medium close up (MCU)

Setelah itu jika anda menyambung lagi dengan mengambil sekelompok demonstran dari posisi pertama, dengan shot yang pertama lagi, tidak akan terjadi suatu “lompatan” (jumping) akibat ukuran gambar sama, tetapi posisi pasti tidak bisa persis sama .

“Lompatan” atau jumping terjadi jika dua buah adegan yang sama diambil dengan size shot yang sama, disambung dalam editing. Apalagi untuk shot berukuran besar seperti close up (CU) .Akan terasa gambar itu seperti meloncat sekejap, akibat posisi obyek yang sama , hanya sedikit berbeda jaraknya.

Demikian juga angle pengambilan, usahakanlah tidak hanya statis dari satu sudut saja. Dengan mengambil gambar-gambar bervariasi ukuran shot-nya, anda telah menyediakan stock shot untuk keperluan transisi pada saat pengeditan nanti.

FILOSOFI TELEVISI ADALAH CLOSE UP

Dalam pemilihan ukuran shot, jangan segan-segan memilih ukuran besar untuk wajah seseorang. Ukuran close up (CU) atau big close up (BCU) sangat sering digunakan . Pengambilan wajah seseorang dengan ukuran besar tersebut akan menimbulkan karakter dan emosi obyek lebih muncul.

Cobalah mengambil profil wajah seorang obyek yang sedang marah dengan BCU, bedakan dengan pengambilan berukuran MCU yang diambil dari depan obyek.

Pada dasarnya tayangan di televise lebih menyukai pengambilan gambar dengan size close up, karena pengaruh ekspresi tokoh dalam televise menjadi lebih kuat.

Kita hanya harus menghindari kesalahan pengambilan gambar dari sudut yang mengakibatkan secara psikologis justru berlawanan.

Contohnya : untuk menampilkan seorang obyak yang berkedudukan tinggi atau gagah dan berwibawa, ambilah obyek tersebut dengan low angle, maka obyek tersebut akan berkesan lebih berwibawa. Namun juga harus diamati lebih dulu, apakah si orang yang menjadi obyek itu mempunyai lubang hidung yang besar mendongak atau tidak, memiliki gigi menjorok (tonggos) atau tidak, Sebab jika demikian, maka sudut low angle yang kita ambil untuk merekamnya justru akan mempermalukan sang obyek, karena sisi kekurangannya justru akan terekspose.

Demikian juga untuk orang yang botak, sebaiknya kita tidak mengambilnya dengan high angle.

Tujuan pemilihan angle adalah memperoleh kesan maksimal yang sebaik-baiknya dapat dilakukan dengan kamera.

Sebaliknya jika kita mengambil obyek yang patut dikasihani atau seorang “pecundang”, maka pengambilan obyek tersebut dengan high angle akan lebih menampakkan kesan tersebut. Sekali lagi, hal tersebut hanyalah kesan secara psikologis, yaitu mengumpamakan diri kita sebagai “mata” dari kamera.

Selain itu high angle sangat baik untuk mengambil situasi ditempat kejadian sebuah peristiwa, misalnya sebuah karnaval sedang berlangsung di jalan. Sedangkan untuk meliput suatu daerah yang baru saja dilanda tsunami sebaiknya di liput dari udara (dengan helicopter misalnya), dengan suatu angle yang disebut sebagai bird’s eye, yaitu pandangan seekor burung yang menyaksikan dari udara sambil terbang.

FOCUS & ZOOM

Salah satu hal yang paling menjengkelkan ketika menyaksikan hasil pengambilan gambar adalah TIDAK FOCUS.

Semua camcorder modern sekarang ini dilengkapi dengan fitur AUTO FOCUS.

Apalagi handycam. Dengan auto focus, kamera langsung mengatur titik focus pada obyek yang ada di depan lensa kamera pada saat itu. Otomatis ketika kamera bergerak ke lain obyek atau berpindah posisi, focus nya otomatis berubah lagi, disesuaikan dengan obyek baru yang berada di depan lensa, artinya obyek-obyek lain yang tidak berada pada titik focus kamera akan tidak jelas. Akibatnya banyak orang yang tidak mengerti kapan menggunakan fitur auto focus akan menghasilkan gambar yang buruk dan mengecewakan.

Oleh karena itu gunakanlah pengaturan focus manual sebelum pengambilan obyek-obyek yang berada pada tempat terbuka, apalagi dengan banyak latar belakang. Caranya adalah: Pada saat kamera mulai di ‘ON’ kan (belum RECORD, masih PAUSE), tekan tombol zoom (in) sampai mentok pada sebuah obyek yang cukup jauh, katakanlah seekor kerbau. Setelah kerbau tersebut terlihat sangat focus (jelas), silahkan menekan zoom out menuju obyek lain yang ingin diambil. Jika sudah sesuai size shot dari obyek yang akan diambil, barulah pencet tombol RECORD. Dengan cara itu focus dari obyek-obyek yang diambil lebih dekat jaraknya dari obyek kerbau akan terekam dengan jelas,focus.

Yang juga tidak kalah menjengkelkan adalah penggunaan zoom yang sembarangan. Handycam sekarang ada yang mempunyai pembesaran digital sampai 300 X (300 kali) Hal ini menyebabkan obyek gambar yang diambil dengan zoom terbesar akan sangat bergetar, karena sedikit saja tangan kita yang memegang kamera itu bergerak, obyek yang sangat jauh tapi sedang ‘didekatkan menjadi sangat dekat’ itu akan berguncang hebat. Gerakan sebesar 10 di tangan kameramen akan diperbesar sebanyak 300 kali pada obyek, akibatnya obyek menjadi sangat berguncang.

Untuk mengurangi guncangan seperti itu, jangan melakukan zoom in terlalu besar pada obyek yang terlalu jauh. Kecuali anda menggunakan sebuah tripod.

Jangan melakukan zoom in atau zoom out dengan tersendat-sendat. Sangat tidak enak disaksikan. Ajrut-ajrutan. Juga jangan membuat shot dengan zoom in lalu zoom out berulang-ulang. Memang ada jenis shot yang dikenal dengan sebutan PUMPING SHOT (seperti orang memompa) ,yaitu penggunaan zoom inzoom out secara cepat dilakukan beberapa kali. Namun itu adalah dengan suatu kesengajaan untuk menimbulkan effect kreatif atau ‘becanda’

Untuk sementara rasanya sudah cukup. Dengan telah mengetahui berbagai tips pengambilan gambar di atas, maka rasanya anda telah mempunyai cukup bekal untuk melakukan pengambilan gambar. Nah tunggu apa lagi ? segeralah mencari peristiwa untuk melatih ketrampilan dan memulai jam terbang anda yang pertama!

Sabtu, 16 Februari 2008



MATERI PELAJARAN SEMESTER 2 , SESSION 12

MULOK TV PRODUCTION & CINEMATOGRAPHY

PENULISAN SKENARIO

Prepaired by Gunanto Bimo

Menonton film adalah menonton masalah dan bagaimana penyelesaian masalah tersebut.

Ya, sebuah cerita baik dalam bentuk buku (novel) atau skenario film / sinetron sebetulnya dapat di golongkan menjadi dua bagian isinya, yaitu :

Bagian pertama berisi permasalahan

Bagian kedua berisi penyelesaian (ending).

Oleh karena itu kunci utama membuat skenario (atau novel) adalah sangat sederhana, yaitu : memberikan masalah pada sejumlah tokoh, kemudian menawarkan kunci penyelesaiannya.

Bagaimana masalah itu diselesaikan adalah bagian yang mengandung PREMISE atau moral cerita tersebut. Bagian penyelesaian ini sangatlah penting. Karena di dalam bagian ini terkandung ,bagaimana si penulis skenario (atau novel) memberikan solusi terhadap permasalahan yang diberikan. Skenario yang baik ,mempunyai PREMIS (pesan moral ) yang baik. Hampir setiap kisah selalu ada pihak yang baik dan pihak yang tidak baik. Pada ahir cerita selalu pihak yang baik dimenangkan. Atau kalau pihak yang tak baik dimenangkan pada akhir cerita, selalu ada alasan yang bijak, mengapa pihak yang baik itu kalah. Alasan-alasan itulah yang menjadi premis cerita.

Seorang penulis cerita(novel) maupun skenario yang baik akan tergambar dari bagaimana sikap moralnya menyelesaikan permasalahan dalam karyanya.

Sebuah novel / skenario adalah sebuah persoalan yang menurut penulisnya mempunyai nilai-nilai yang sangat pantas untuk dikemukakan, dibeberkan sebagai suri toladan bagi orang lain.

Penulis menawarkan solusi mengatasi permasalahan, yang merupakan hasil pemikirannya yang terindah yang mampu dia fikirkan pada akhir dari novel / skenarionya.

Bobot seorang penulis terletak pada pemilihan permasalahan yang diangkatnya menjadi cerita dan kemudian kemampuannya memberikan solusi yang istimewa untuk persoalan-persoalan tersebut.

Kadangkala permasalahan dalam cerita sebuah skenario begitu rumit, kompleks, pelik dan tidak sederhana,sehingga penyelesaiannya juga tidak sederhana, kadang tidak terpikirkan oleh penonton (surprise). Namun justru di situlah letak kualitas sebuah skenario. Sebuah skenario yang permasalahannya terlalu biasa (klise) biasanya penyelesaiannya juga sangat biasa, mudah ditebak , tidak ada unsur surprise.

Kunci kedua dalam penulisan skenario adalah : setiap scene sebaiknya harus mengundang emosi pada penontonnya ( senang , marah , sedih , kecewa ,lucu , tegang , dsb.) Kalau sampai lebih dari lima menit sebuah film tak berhasil menarik emosi penonton, maka dapat dikatakan film tersebut telah gagal. Artinya skenarionya jelek. Penonton akan mulai berpikir meninggalkan film yang ditonton itu, karena ’gak seru’. Ciri-ciri film yang menarik untuk ditonton adalah, sejak kita duduk untuk menyaksikan scene pertamanya, kita enggan beranjak pergi, karena adegan-adegan film itu dari pertama sudah mampu ’mengikat’ kita untuk tetap di tempat duduk.

Mungkin ada yang akan berfikir : ”kalau begitu sulit juga ya membuat skenario yang baik..”

Sebetulnya tidak. Sesuatu yang mudah akan menjadi sulit, apabila kita tidak punya metoda atau pengetahuan tentang bagaimana mengerjakannya. Demikian juga menulis skenario. Orang awam selalu berfikir bahwa menulis skenario adalah pekerjaan yang hanya mampu dilakukan oleh orang-orang berbakat saja.

Sebetulnya pendapat di atas hanya sebagian saja yang benar, karena kemampuan menulis skenario bisa dilatih. Tentu saja orang yang mempunyai daya imajinasi yang luar biasa akan dapat menghasilkan skenario yang lebih berkualitas

Skenario sendiri dapat dihasilkan dari sebuah buku cerita (novel) yang telah ada, tapi dapat juga diciptakan langsung berdasarkan kisah yang diinginkan, ataupun tema yang mau diangkat. Contohnya, peristiwa Tsunami mengilhami seorang produser film untuk memfilmkannya, maka ia akan mencari seorang penulis skenario untuk menuliskan skenario film tentang peristiwa Tsunami yang telah terjadi.

Di bawah ini kita mempelajari metode-metode membuat Skenario.

a)Pada dasarnya skenario bermula dari sebuah TEMA, yaitu topik atau kasus umum. Memilih tema seperti juga memilih menu masakan. Jenis masakan apa yang menggairahkan . Tentunya para penulis skenario harus memilih tema-tema yang menarik. Jika tema cerita untuk skenario tidak menarik, tak akan ada produser yang suka memproduksinya.

b)Tema kemudian dikembangkankan dalam bentuk BASIC STORY atau Ide dasar berupa ruang lingkup cerita.

Di dalam basic story dijelaskan pokok-pokok ide yang penting, atau penggambaran batas-batas permasalahan yang akan digarap dengan usulan ending atau klimaksnya akan seperti apa, sehingga sudah mampu menggambarkan di mana ’daya tarik’ (point of value) cerita yang akan ditulis. Prinsipnya sebuah basic story harus mampu mengutarakan point of value,sehingga produser ataupun penyandang dana tertarik untuk membiayai pembuatan film nya ,jika skenario telah ditulis.

c)Basic Story kemudian dituliskan dan dikembangkan lagi dalam bentuk SYNOPSIS, yaitu penjelasan yang bersifat ringkas mengenai alur cerita atau plot termasuk dengan karakter-karakter tokohnya.Dalam synopsis sudah harus tergambar semua tujuan cerita, seluruh hambatan dan solusinya, sehingga tergambar seluruh kisah secara ringkas, namun padat oleh informasi yang diperlukan dalam pengembangan penulisan selanjutnya.

d)Dari synopsis ini, penulis skenario kemudian menggubahnya menjadi sebuah TREATMENT atau SCENE PLOT atau kerangka skenario yang berisi adegan-adegan yang akan ada dalam skenario..

Dalam sebuah treatment, synopsys di pecah-pecah menjadi adegan-adegan untuk menggambarkan perjalanan adegan dalam skenario tersebut , berikut dengan tokoh yang terlibat, bahkan dialog kunci dari setiap adegan

e)barulah berdasarkan TREATMENT atau SCENE PLOT tersebut disusun sebuah SKENARIO, yaitu urut-urutan adegan yang sudah lengkap dengan seluruh dialog, lokasi peristiwa, waktu dan tokoh pemerannya. Bahkan skenario juga dilengkapi dengan usulan jenis pengambilan gambar yang diinginkan penulis, untuk mencapai sasaran dramatik dan keinginan emosi cerita

Lalu sebetulnya bagaimanakah konstruksi sebuah cerita yang akan dibuat skenario ?

KONSTRUKSI CERITA

Untuk mebuat sebuah cerita yang menarik, secara sederhana, konstruksi suatu cerita harus memiliki unsur dramatik. Yaitu unsur yang membuat sebuah kisah menjadi penuh kadar emosi .Untuk mencapai itu sebuah cerita selalu terdiri dari dua unsur pokok, yaitu :

1.Adanya suatu keinginan atau kehendak dari tokoh utamanya

2.Adanya hambatan (persoalan)yang membuat keinginan atau kehendak terhalang pencapaiannya, sehingga terjadi konflik.

Contoh :

1.Keinginan / kehendak : Seorang pemuda miskin dari kampung jatuh cinta pada seorang gadis cantik anak seorang pengusaha kaya

2.Hambatan / persoalan : Ayah & Ibu si gadis sangat tidak setuju putrinya menjalin cinta dengan pemuda miskin itu.

3.Konflik :Terjadilah pertarungan antara si pemuda yang ingin mengatasi hambatan dengan orang tua si gadis yang mati-matian menghalangi si pemuda untuk menjalin cinta dengan si gadis.

Perjalanan cerita selanjutnya adalah perjuangan si pemuda untuk mengatasi hambatan cintanya. Namun selanjutnya ternyata bahwa perbedaan sosial tersebut bukanlah hambatan satu-satunya yang menghalangi cinta si gadis dan si pemuda, hambatan berikutnya adalah : Orang tua si pemuda dan orang tua si gadis ternyata pernah berseteru, yang membuat ayah si pemuda pernah harus masuk penjara. Di luar itu ternyata si gadis juga sudah dijodohkan dengan seorang pengusaha muda. Selanjutnya si gadis mulai putus asa untuk melanjutkan hubungan dengan si pemuda, karena tidak bisa memperoleh informasi apa-apa yang sedang dilkaukan si pemuda.

Semakin banyak hambatan semakin sulit keinginan tercapai.

Penonton film akan menjadi tegang apabila pikiran mereka dirasuki keragu-raguan mengenai : bisakah keinginan melampaui hambatan-hambatan ?.

Di sinilah penulis cerita / skenario mempermainkan perasaan penonton.

Penonton secara emosional akan dibuat memihak kepada pihak yang lemah dan tersia-siakan ,dizolimi ,ditindas( si pemuda miskin), sehingga penonton merasa ikut berjuang untuk mengatasi hambatan. Oleh karena itu timbulah ketegangan. Penonton menjadi tidak ingin gagal. Ketegangan akan meningkat apabila kemungkinan gagal semakin besar. Sehingga ketika penonton sudah dipuncak ketegangan, penulis memberikan kejutan dengan sebuah solusi yang menyelesaikan persoalan secara luar biasa.

KONSTRUKSI DRAMATIK

Kondisi antara keinginan/kehendak yang berusaha mengatasi hambatan demi hambatan adalah nilai dramatik dari suatu cerita. Adapun konstruksi dramatik dalam sebuah cerita sebaiknya di susun dari yang rendah sampai yang tertinggi (meningkat terus), yang diahiri pada sebuah puncak yang paling dramatik, yaitu

klimaks.

Setelah mencapai klimaks, unsur dramatik biasanya diturunkan sedikit, yaitu anti klimaks, biasanya diisi adegan-adegan yang sudah tidak ada persoalannya lagi, melainkan keterangan tambahan yang masih perlu disampaikan oleh penulis, untuk menutup cerita.

PERSOALAN-PERSOALAN / PERMASALAHAN CERITA

Perbedaan kondisi merupakan resep favorit dari jaman ke jaman, yang sangat potensial dijadikan akar persoalan atau permasalahan dalam cerita. Mengapa demikian ? karena pada dasarnya setiap orang mempunyai kondisi yang berbeda satu sama lain. Semakin ekstrem perbedaan kondisi tersebut, semakin potensial untuk digarap menjadi ’ biang’ permasalahan.

Jadi perbedaan kondisi dari setiap orang itulah yang kita permainkan dalam membuat cerita. Kontras, tragis, ironis adalah istilah yang kita gunakan sehari-hari untuk mengatakan perbedaan kondisi tersebut. Misalnya : kaya-miskin , pintar-bodoh, cantik - jelek (kontras) . Seorang ayah yang baik dijebloskan kedalam penjara karena terpaksa mencuri sepeda demi uang sekolah anaknya (tragis).

Seorang anak kembar di mana yang seorang menjadi jaksa, sementara saudara kembarnya menjadi kepala gangster (ironis)

Adanya perbedaan kondisi menimbulkan kontras,tragis atau ironis. Sadarilah sebaik-baiknya dan carilah sedetail-detailnya perbedaan-perbedaan kondisi yang mewakili tokoh-tokoh dalam cerita, sehingga dengan sendirinya akan timbul unsur dramatik cerita : Yaitu disatu pihak menginginkan sesuatu, sementara pihak yang lain justru tidak menyukai kondisi pihak pertama. Mempertemukan perbedaan-perbedaan kondisi ini dalam satu arena, akan menmbulkan permasalahan dan konflik.

Semakin pandai kita menajamkan perbedaan-perbedaan kondisi dari para tokoh yang kita ciptakan, semakin tinggi permasalahan dan konflik yang akan dihasilkan. Bahkan bisa jadi mengerikan.

Semakin bodoh atau semakin konyol para tokoh cerita menyikapi perbedaan kondisi ini, semakin berhasilah kita membuat skenario cerita yang menarik, menghanyutkan pemirsa. Kesimpulannya : perbedaan kondisi yang ekstrim dari tokoh-tokoh merupakan bahan yang bagus untuk membuat sebuah cerita/ skenario .Contoh film yang menggunakan resep ”perbedaan kondisi ekstrim” : The Beauty & the Beast , SHREK (dengan Ratu Fiona) , Si Doel Anak Betawi , Romeo & Juliet , The Sound of Music, TITANIC ,

Semakin dahsyat ide-ide kita untuk memberikan kendala-kendala agar tokoh utama tidak segera bisa mencapai keinginannya, semakin tidak ada ruang kosong bagi pemirsa untuk beristirahat dari ketegangan.

Memahami dengan serius pengertian ’adanya perbedaan kondisi’ hampir pada setiap orang dalam menyikapi suatu permasalahan, merupakan suatu tiket yang perlu dimiliki seorang yang berniat menjadi penulis cerita yang ternama.

PENUTURAN ADEGAN DALAM SKENARIO

Adegan-adegan disampaikan dengan mendeskripsikan setiap SCENE .

SCENE merupakan adegan yang terjadi pada suatu tempat dan suatu waktu.

Sehingga penulisan skenario selalu terbagi dalam scene-scene yang memiliki keterangan tempat & waktu. Tempat di golongkan dalam kondisi EXTERIOR ( EXT ,atau di luar bangunan) atau INTERIOR (INT, atau di dalam bangunan )

Contoh :

SCENE 1

EXT. DI KEBUN RUMAH PAK GURU - PAGI

(TEMPAT) (WAKTU)

Pak Guru Susilo sedang menyirami tanaman di kebun, ketika Susana seorang muridnya memasuki kebun ( KETERANGAN SITUASI )

SUSAN :

Selamat pagi Pak Susilo...

PAK GURU :

Oh , Susan..! Selamat pagi. Ada apa kamu pagi-pagi kemari..?

( DIALOG)

Dsb,dsb.

Selanjutnya apabila tempat dan waktu peristiwa kejadian berubah, maka dilanjutkan menjadi scene kedua,ketiga dan selanjutnya.

PLANTING

Kadang-kadang dalam adegan film sering terjadi peristiwa yang dirasakan penonton sebagai ’SUATU HAL KEBETULAN”

Misalnya sang penjahat pada ahir cerita terbunuh di hutan oleh jebakan babi dari bambu-bambu runcing yang sebetulnya dipasang sebagai jebakan babi hutan. Adegan ini sangat konyol apabila sebelumnya belum pernah diperlihatkan sebuah adegan keberadaan jebakan babi tersebut di hutan itu.

”Penanaman” adegan pada scene sebelumnya yang berisi informasi, agar ketika nanti ketika berfungsi tidak berkesan ”kebetulan” , haruslah dilakukan . Penanaman adegan yang berfungsi seperti itu disebut ”planting”