Jumat, 08 Februari 2008

Kerajaan Ottoman

KERAJAAN OTTOMAN, atau KERAJAAN USMANI (1300-1922). Kerajaan Islam yang berpusat di Turki dan merupakan satu di antara tiga kerajaan Islam yang besar pada Abad Pertengahan, selain Kerajaan Safawi di Persia (Iran) dan Kera­jaan Mogul di India. Dalam sejarah Islam, periode itu disebut juga Masa Tiga Kerajaan Besar.

Kerajan Ottoman didirikan oleh Usman, putra Artogrol. Artogrol adalah kepala suku Kayi di Asia Kecil yang datang ke Turki dan mendapat kepercayaan dari penguasa Salajikah, Alauddin Kaikobad, untuk menjadi panglima perangnya. Jabatan itu kemudian beralih kepada Usman setelah ia wafat. Sepeninggal Sultan Alauddin Kaikobad pada, tahun 1300, Usman mengambil alih kekuasaan dan sejak itu berdirilah Kerajaan Ottoman yang berlangsung selama kurang lebih tujuh abad. Sejak berdiri sampai runtuhnya, Kerajaan Ottoman dipimpin oleh 36 sultan (liha t tabel).

Usman sebagai sultan pertama lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada usaha-usaha untuk memantapkan kekuasaannya dan melindungi wilayahnya dari segala macam serangan, khususnya dari Bizantium yang memang mengancam hendak menyerang. Kemudian Orkhan, putra Usman, membentuk pasukan tangguh yang disebut Inkisyariah (Janissary) untuk membentengi kekuasaannya. Pada masa Orkhan dimulai upaya perluasan wilayah. Berturut-turut pasukan Inkisyariah (Janissary) dapat menaklukkan Broissa (Turki), Izmir (Asia Kecil), dan Ankara.

Ekspansi yang lebih besar terjadi pada masa Murad I. Di masa ini berhasil ditaklukkan Balkan, Andrianopel (sekarang bernama Edirne, Turki), Macedonia, Sofia (Bulgaria), dan seluruh wilayah Yunani. Melihat kemenangan yang diraih Murad I, kerajaan-kerajaan Kristen di Balkan dan Eropa Timur menjadi murka. Mereka lalu menyusun kekuatan yang terdiri atas Bulgaria, Serbia, Transsylvania (Rumania), Hongaria, dan Walacia (Rumania), untuk menggempur Kerajaan Ottoman. Meskipun Murad I tewas dalam pertempuran, kemenangan tetap di pihak Kerajaan Ottoman. Ekspansi berikutnya dilanjutkan oleh putranya, Bayazid I. Pada tahun 1391, pasukan Bayazid I dapat merebut benteng Philadelphia dan Gramania atau Kirman (Iran). Dengan demikian Kerajaan Ottoman secara bertahap tumbuh menjadi suatu kerajaan besar.

Kesuksesan Bayazid I kembali menimbulkan kegelisahan di daratan Eropa yang mengakibatkan Paus menyeru umat Kristen Eropa supaya mengangkat senjata. Dengan dipimpin oleh raja Hongaria Sijismond, mereka bergabung dengan tentara Perancis dan Jerman. Maka terjadilah pertempuran di Nicopolis (25 September 1396). Kerajaan Ottoman; berhasil memenangkan peperangan tersebut, sedangkan Eropa menerima kekalahan yang terparah.

Pada tahun 1402, Kerajaan Ottoman di bawah pemerintahan Bayazid I digempur oleh pasukan, Timur Lenk (penguasa Mogul) yang jumlahnya tidak kurang dari 800,000 orang, sementara jumlah pasukan Bayazid hanya 120.000 orang. Dalam pertempuran itu Bayazid I tewas, berikut sejumlah besar pasukannya. Akibat kekalahan itu, wilayah Ottoman hampir seluruhnya jatuh ke tangan Timur Leak.

Di samping itu, kekalahan tersebut menyebabkan terjadinya perpecahan di antara putra-putra Bayazid I, yaitu Muhammad I atau Muhammad Celebi, Isa, Sulaiman, dan Musa. Pada masa berikutnya, Muhammad I berhasil membangun kekuatan, sehingga dapat menundukkan saudara-saudaranya. Usahanya diarahkan pada konsolidasi pemerintahan dan mengembalikan kekuasaan yang hilang selama pendudukan Timur Lenk. Pada tahun 1421 Muhammad Celebi meninggal dunia dan digantikan oleh Murad II.

Kerajaan Ottoman bangkit kembali pada masa pemerintahan Murad II. Di masanya ekspansi kembali dilanjutkan. Berturut-turut ia dapat menun­dukkan wilayah Venesia, Salonika, dan Hongaria. 1 Usaha Murad II diteruskan oleh putranya, Muhammad II. Ia dikenal dengan gelar al-Fatih (Sang I penakluk) karena pada masanya berlangsung ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan di masanya adalah Constantinopel (1453). Dengan demikian sempurnalah penaklukan Islam atas Kerajaan Romawi Timur yang dimulai sejak zaman Umar bin Khattab. Constantinopel dijadikan ibu kota kerajaan dan namanya diubah menjadi Istanbul (Takhta Islam). Kejatuhan Constantinopel memudahkan tentara Ottoman menaklukkan wilayah lainnya, seperti Serbia, Albania, dan Hongaria.

Ada tiga hal penting yang dapat diambil dari kejatuhan Constantinopel. (1) Bagi umat Islam, terpenuhinya tugas historis dalam pengembangan wilayah Islam ke Persia dan Romawi Timur. (2) Berakhirnya Abad Pertengahan yang gelap dan mulainya zaman kesadaran bagi bangsa Barat, selain masuknya ilmu pengetahuan. Kekalahan ter­sebut membangunkan bangsa Barat dari tidur yang panjang untuk mengejar ketertinggalan selama ini, yang pada akhirnya melahirkan pola pikir yang baru. Mereka melepaskan diri dari kungkungan gereja dan muncullah supremasi Barat dalam bidang ilmu pengetahuan. (3) Dengan dikuasainya Constantinopel oleh Islam, yang selama ini merupakan gerbang Eropa dan jalur perdagangan Timur dan Barat, nasib Barat tergantung sepenuhnya pada Kerajaan Ottoman.

Seusai penaklukan Constantinopel yang bersejarah itu, Sultan Muhammad al-Fatih kembali kota Andrianopel, ibu kota Kerajaan Ottoman sebelum Constantinopel ditaklukkan, dan kemudian memerintahkan agar membangun kembali kota Constantinopel yang porak-poranda akibat gempuran tentara Islam. Meskipun kota ini telah ditak­lukkan, Sultan Muhammad al-Fatih tetap memberi kebebasan beragama kepada penduduknya sebagaimana yang dilakukan pada masa penguasa Islam sebelumnya apabila mereka menduduki suatu wilayah. Bahkan, dalam tulisan Voltaire (filsuf Perancis) disebutkan bahwa Sultan Muhammad al-Fatih membiarkan orang-orang Kristen menentukan sendiri ketuanya. Setelah itu, ketua yang terpilih dilantik oleh Sultan.

Puncak kejayaan Kerajaan Ottoman dicapai pada pemerintahan Sulaiman la digelari al-Qa-nuni (Pembuat Undang-Undang) karena keberhasilannya membuat undang-undang yang mengatur masyarakat. Selain itu Sulaiman I juga bergelar Su­laiman Yang Agung. Pada masanya wilayah Otto­man meliputi Aljazair, Mesir, Hedzjaz, Armenia, Irak, Asia Kecil, Balkan, Bulgaria, Bosnia, Yunani, Hongaria, Rumania, dan tiga laut, yaitu Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Karena keluasan wilayahnya, Kerajaan Ottoman menjadi adi-kuasa ketika itu.

Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Kerajaan Ottoman dalam perluasan wilayah Islam. (1) Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ganimah (harta rampasan perang). (2) Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga mudah digerakkan untuk tujuan penyerangan. (3) Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam. (4) Letak Istanbul yang sangat strategis sebagai ibu kota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istanbul terletak di antara dua benua dan dua laut, dan pernah menjadi piisat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur. (5) Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Kerajaan Ottoman mengalahkannya.

Kerajaan Ottoman mulai melemah setelah wafatnya Sulaiman al-Qanuni. Sultan-sultan yang menggantikannya umumnya lemah dan tidak berwibawa. Penyebab lainnya adalah kehidupan mewah dan berlebih-lebihan di kalangan pembesar istana, sehingga banyak terjadi penyimpangan dalam keuangan negara.

Pada saat situasi dalani negeri semakin memburuk, negara-negara Eropa melancarkan serangan ke wilayah-wilayah yang dikuasai Kerajaan Otto­man. Misalnya, pada masa Sultan Salim II, Ke­rajaan Ottoman menderita kekalahan dari tentara sekutu Kristen Eropa dalam Perang Liponto. Lalu ketika pemerintahan dipegangoleh Sultan Ahmad I, tentara Austria melakukan penyerangan yang berlangsung selama lima belas tahun. Akhirnya, Austria dapat mengalahkan tentara Kerajaan Ot­toman. Kekalahan ini memberi pukulan hebat bagi Kerajaan Ottoman dan membuat cahaya kebesaran Turki memudar di mata bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, upeti yang biasa dikirimkan oleh wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Turki di Eropa tidak lagi diberikan. Hal tni mengakibatkan perekonomian Kerajaan Ottoman melemah.

Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1640-1648) suasana dalam negeri Kerajaan Ottoman menjadi semakin kacau. Para wanita (ibu suri dan permaisuri) turut campur dalam mengendalikan roda pemerintahan. Ibrahim adalah seorang sultan yang sangat lemah, sehingga ia hanya dijadikan boneka oleh wazirnya (perdana menteri) yang bernama Mustafa. Pada hakikatnya Mustafalah yang memegang tampuk kekuasaan. Akan tetapi, kepemimpinan Mustafa tidak mampu menenteramkan suasana, bahkan mengundang banyak permusuhan di kalangan pembesar istana. Permaisuri Ibrahim yang berkomplot dengan para pejabat yang terdiri atas keluarganya mampu menggulingkan Mustafa. Kerusuhan pun timbul di mana-mana. Kelompok Janissary (pasukan elite kerajaan) mengambil alih kekuasaan dan menurunkan Sultan Ibrahim. Sebagai gantinya diangkat Muhammad IV (1. 1642) yang ketika itu baru berusia tujuh tahun.

Untuk memulihkan keamanan dalam negeri, ibu Sultan Muhammad IV mengangkat Koprulu, seorang panglima Turki yang berpengalaman, men­jadi wazir. Koprulu tidak hanya berhasil menguras masalah dalam negeri dengan baik, tetapi jaga dapat merebut kembali Pulau Lemnos dan Pulau Tonedos dari Venesia.

Dalam pada itu, wilayah Turki yang begitu luas justru menjadi beban bagi pemerintah Ottoman karena tidak seluruh wilayah dapat dikontrol de­ngan baik. Selain itu penduduk dari wilayah yang luas itu pun terdiri dari bermacam-macam bangsa yang mempunyai adat istiadatnya masing-masing. Di antara bangsa-bangsa yang berbeda itu sering terjadi konflik, terutama antara bangsa Arab dan bangsa Turki. Masing-masing menganggap derajatnya lebih tinggi dan lebih mulia daripada yang lainnya. Hal-hal seperti itu merupakan salah satu faktor yang melemahkan kekuasaan Ottoman, yang pada akhirnya membuat Ottoman mengalami ke­kalahan dalam peperangan melawan orang-orang Eropa.

Selain kalah perang, Ottoman juga terpaksa menandatangani perjanjian yang isinya justru memojokkan pihak Ottoman. Di antara perjanjian itu adalah sebagai berikut. (1) Perjanjian Karlowitz yang terjadi pada tahun 1699 di masa pemerintahan Sultan Mustafa II. Isi penting dari perjanjian itu adalah pihak Ottoman harus menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Sloveria, dan Kroasia kepada Habsburg (nama dinasti raja-raja Eropa) serta daerah-daerah Dalmatia kepada Venesia. (2) Perjanjian Passarowitz yang ditandatangani tahun 1718, antara Ottoman (Sultan Ahmad III) dan Austria dengan Venesia. Isinya ialah Kerajaan Ot­toman menyerahkan semua daerah yang dikuasai Austria, sementara Ottoman hanya dibenarkan menduduki pulau-pulau yang direbut dari Venesia. (3) Perjanjian Kainarji pada tahun 1774, antara Ottoman (Sultan Abdul Hamid I) dan Rusia. Per­janjian ini menyebutkan bahwa Rusia berhak atas daerah Azov (laut dangkal yang merupakan bagian dari Laut Hitam), kemerdekaan Tartar Crimea di-akui, dan kapal-kapai Rusia diizinkan melintasi Laut Hitam. (4) Perjanjian Sistova pada tahun 1791, antara Kerajaan Ottoman (Sultan Salim III) dan Austria. Isinya antara lain mengembalikan batas kedua kerajaan itu kepada keadaan sebelum perang tahun 1787. (5) Perjanjian Jassy pada tahun 1792, antara Ottoman (Sultan Salim III) dan Rusia. Isinya adalah Ottoman menyerahkan Crimea (kota dekai Laut Hitam) kepada Rusia.

Keadaan ini semakin parah tatkala Napoleon I, jenderal dan kaisar Perancis, menguasai Mesir pada tahun 1798. Sejak itu, Ottoman dijuluki The Sick Man of Europe (Orang Sakit dari Eropa) karena kondisi pemerintahannya dari hari ke hari semakin melemah.

Dulu penguasa Ottoman dapat mengalahkan tentara-tentara Eropa, tetapi kini mereka membiarkan wilayahnya dirampas oleh orang-orang Eropa. Perancis merebut Aljazair (1830) dan Tu­nisia (1881). Italia menduduki wilayah Ottoman di Afrika utara (1911). Inggris menguasai Mesir (1882) dan Irak (1917). Kesempatan ini juga digunakan oleh wilayah lain untuk melepaskan diri dari kekuasaan Ottoman, misalnya Rumania, Yunani, Bulgaria, Cyprus, Albania, dan Macedonia.

Pada tahun 1876 Sultan Abdul Hamid II naik takhta. Pemerintahannya bersifat absolut dan penuh kekerasan. Karena itu, timbul rasa tidak senang, baik di kalangan sipil maupun di kalangan militer. Gerakan-gerakan oposisi terhadap pemerintah absolut Sultan Abdul Hamid II inilah yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan Turki Muda, dengan para pelopornya antara lain Ahmad Riza (1859-1931), Muhammad Murad (1853-1912), dan Pangeran Sahabuddin (1877-1948). Sementara kelompok militer semakin memperketat usaha mereka untuk menggulingkan Sultan dengan membentuk komite-komite rahasia, seperti Komite Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Salah seorang pemimpin komite itu adalah Mustafa Kemal yang kemudian populer dengan panggilan Kemal Ataturk (Bapa Bangsa Turki).


Pada tahun 1908 Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan dapat mendesak Sultan Abdul Hamid II untuk menghidupkan kembali Konstitusi 1876. Akibat desakan itu, pemilihan umum diadakan dan terbentuklah Parlemen Baru yang diketuai olah Ahmad Riza dari Perkumpulan Persatuan dan Ke­majuan. Di dalam parlemen baru itu, Turki Muda juga turut memegang kekuasaan.

Dalam perkembangan selanjutnya, Perkumpul­an Persatuan dan Kemajuan menyeret Ottoman ke dalam kancah Perang Dunia I dengan berpihak pada Jerman. Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan pihak Jerman dan Turki. Akibatnya, Kabinet Turki Muda mengundurkan diri dan para pemimpinnya melarikan diri ke Eropa. Perdana meuteri yang baru, Ahmad Izzet Pasya, mencari perdamaian dengan pihak Sekutu yang memenangkan peperangan.

Sebagai pihak yang menang perang, tentara sekutu masuk dan menduduki bagian-bagian tertentu kota Istanbul. Sementara itu, Yunani dengan bantuan Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat hendak merampas kembali wilayah-wilayahnya dari Turki. Kehadiran tentara Sekutu dan Yunani menimbulkan amarah dan semangat rakyat Turki untuk mempertahankan tanah air mereka. Dalam suasana serupa inilah tampil Mustafa Kemal yang dengan gagah berani berjuang menyelamatkan Kerajaan Otto­man dari kehancuran total dan ekspansi Eropa.

Atas usaha Mustafa Kemal dapat dibentuk Majelis Agung pada tahun 1920 dan ia terpilih sebagai ketuanya. Setahun kemudian disusun konstitusi baru yang menjelaskan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat.

Dari hari ke hari kedudukan Mustafa Kemal semakin kuat di mata rakyat. Dalam kedudukannya sebagai panglima dari semua pasukan yang ada di Turki Selatan, Mustafa Kemal membentuk pemerintahan tandingan di Anatolia, sebagai imbangan terhadap kekuasaan Sultan Abdul Majid II di Is­tanbul. Hal ini dilakukannya karena ia melihat Sultan sudah berada di bawah kekuasaan Sekutu.

Akhirnya, pada tahun 1922 Majelis Agung dibawah pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan ja-batan sultan. Ia kemudian memproklamasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Pada tahun 1924 jabatan khalifah juga dihapuskan dan Abdul Madjid II, khalifah terakhir, diperintahkan meninggalkan Turki.

Di samping berperan dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam, Kerajaan Ottoman juga mempunyai peranan besar dalam bidang iimu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, publikasi dan penerjemahan, agama, hukum, dan ekonomi perdagangan. Ilmu pengetahuan yang banyak berkembang adalah ilmu-ilmu terapan yang berhubungan dengan kemiliteran, seperti ilmu maritim, teknik pembuatan mesin, dan meriam.

Sebelum abad modern, lembaga pendidikan yang ada hanya madrasah. Sejak pemerintahan Sul­tan Mahmud II mulai didirikan sekolah-sekolah modern, di antaranya Makteb-i Ma'arif (Sekolah Pengetahuan Umum), Makteb-i Ulumu Edebiye Tibbiye-i (Sekolah Sastra), di samping sekolah militer, sekolah teknik, dan sekolah kedokteran. Selain itu, Sultan Mahmud mendirikan Darul Ulumu Hikemiye ve Mekteb-i Tibbiye-i Sahane yang merupakan gabungan dari sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan. Di sisi lain, ia memasukkan ilmu-ilmu umum pada sekolah-sekolah tradisional yang sudah ada. Sumbangan lain yang menonjol dari Ottoman dalam bidang pendidikan adalah usaha mengirim para siswa belajar ke Eropa. Sekembalinya, mereka memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan Islam di daerahnya. Para pemikir modern yang terkenal antara lain adalah Zia Gokalp (1875-1924), Yusuf Akcura (1876-1933), Taufik Fikret (1867-1915), dan Ab­dullah Jewdat (1869-1932).

Pengembangan budaya Turki tampak lebih me­nonjol di bidang bahasa. Bahasa Turki digunakan dalam segala lapangan, termasuk istilah-istilah politik yang diterapkan dalam hampir seluruh wilayah kekuasaannya. Dalam arsitektur, Turki mempunyai corak khusus dalam desain bangunan, seperti kubah separuh lingkaran di masjid. Ketinggian nilai arsitektur Turki dapat diamati dalam keindahan Masjid Sulaiman di Istanbul (didirikan tahun 1550) dan Masjid Salim di Adrianopel (didirikan tahun 1570). Seni lukis dengan cat khusus sudah pula dikenal sejak abad ke-15 yang ditemukan dalam Book of King Solomon (ditulis sekitar lahun 1500).

Peranan Kerajaan Ottoman dalam bidang publikasi dan penerjemahan terlihat ketika Sultan Ahmad III mendirikan biro penerjemahan (1717) yang beranggotakan 25 orang dan percetakan (1727). Di samping itu, Ibrahim Mutafarrik, seorang Hongaria yang tertangkap dan menetap di Istanbul, mencetak antara lain buku-buku kedokteran, astronomi, ilmu pasti, dan sejarah. Ia juga menerjemahkan buku-buku Barat ke dalam bahasa Turki untuk memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan kemajuan Barat. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II didirikan biro penerje­mahan yangberperan menerbitkan buku-buku tentang ilmu-ilmu modern ke dalam bahasa Turki. Pada tahun 1831 Sultan Mahmud menerbitkan surat kabar Takvim-i Vekayi yang dinilai paling besar pengaruhnya dalam memperkenalkan ide-ide mo­dern pada rakyat Turki.

Di bidang agama, syariat Islam menjadi satu-satunya sumber hukum Islam dalam Kerajaan Ottoman, dengan Mazhab Hanafi sebagai mazhab negara. Dalam bidang tasawuf, ajaran Tarekat Bektasyi berkembang pesat. Tarekat ini diajarkan oleh Bektasyi Veli yang berasal dari Khurasan dan menjadi terkenal di Anatolia (Asia Keeil) pada tahun 1281. Ia termasuk salah satu dari sejumlah tokoh tasawuf yang hijrah ke wilayah-wilayah kekuasaan Ottoman ketika Jengiz Khan menyerbu Asia Tengah. Tarekat Bektasyi yang muncul sebelum masa Ottoman sangat berpengaruh di kalangan pemuka agama, bahkan bagi pasukan Janis­sary dan para sultan. Tarekat ini terus berkembang sampai saat ini.

Dalam bidang hukum, Ottoman mempunyai peranan besar dalam sejarah perkembangan Islam, yang terlihat dalam dua hal. (1) Sultan Mahmud II membentuk lembaga hukum sekuler yang mengurus masalah-masalah hukum-hukum sekuler. Adapun masalah-masalah hukum syariat diurus oleh Syaikhul Islam. Sultan Mahmud adalah orang pertama yang membedakan urusan agama dan urusan dunia. (2) Pada masa pemerintahan Sulaiman Yang Agung, Ottoman berhasil membuat kitab Qdnun 'Usmdni yang berisi perundang-undangan pemerintahan, himpunan peraturan, dan praktik-praktik hukum lainnya. Pada masa ini pula disusun kitab undang-undang Multaqa al-Abhur yang menjadi dasar hukuni Ottoman sampai abad ke-19. Qdnun 'Usmdni memiliki arti historis yang sangat penting karena merupakan undang-undang negara pertama di dunia.

Adapun peran ekonomi perdagangan yang dilakukan Ottoman adalah penguasaannya terhadap beberapa kota pelabuhan utama, seperti pelabuhan-pelabuhan sepanjang Laut Tengah, Laut Merah, dan Teluk Persia, pelabuhan di Suriah (pantai Libanon sekarang), Pulau Cyprus, Pulau Rhodos, dan di pelabuhan pantai Asia Kecil, Laut Aegea, Selat Dardanella. Laut Marmora, dan Laut Hitam. Yang paling strategis pada waktu itti adalah pelabuhan internasional Constantinopel yang men­jadi penghubung Timur-Barat. Dengan demikian, Ottorffan menjadi penyelenggara perdagangan dan pemungut pajak (cukai) pelabuhan yang menjadi sumber keuangan yang besar bagi negerinya. Selain itu, sumber keuangan Ottoman yang sangat besar berasal dari harta rampasan perang, upeti negara-negara yang ditaklukkannya, dan dari orang-orang Zimmi.

Setelah Sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puternya, yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, walau mengalami kemunduran kerajaan ini dalam masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara kuat yang masih bertahan selama 5 abad setelah itu.

Kemajuan Kerajaan Usmani

Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain. Yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan

Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama, adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.

Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.

Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bansa non-Turki dimasukan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri nonmuslim.

Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feudal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke 16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.

Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam menglola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shard al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-Qanuni.

  1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran-ajaran tentang prinsip ekonomi, social dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab. Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasidengan bansa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun, sebelumnya mereka adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.

Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid-mesjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang aslanya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.

Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah coordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.

  1. Bidang Keagamaan

Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri, sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hokum yang berlaku. Karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hokum kerajaan bisa tidak berjalan.

Pada masa Turki Usmani terekat juga mengalami kemajuan. Terekat yang paling berkembang ialah terekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua terekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominant di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut Tentara Bektasyi, sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.

Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fikih, ilmu kalam, tafsir, dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abd al-Hamid II, misalnya, begitu fanatic terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebur dari kritikan-kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syekh Husein al-Jisri menulis kitab Al-Hushun al Hamidiyah (Benteng pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatikyang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap, karya-karya masa klasik.

Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan ilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik perkembangannya jauh berbeda di bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukan itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.

Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Usmani

Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah:

1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas.

Administrasi pemerintahaan bagi suatu Negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun negara.

2. Heterogenitas Penduduk.

Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair di Afrika; dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.21 Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung administrasi yang baik, kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama seringkali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.

3. Kelemahan Para Penguasa.

Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama, dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin parah.

4. Budaya Pungli.

Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.

5. Pemberontakan Tentara Jenissari.

Kemajuaan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya terntara Jennissari. Dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau terntara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.

6. Merosotnya Ekonomi.

Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.

7. Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi.

Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Tidak ada komentar: